Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945 berarti Indonesia mempunyai sistem pemerintahan
sendiri. Akan tetapi banyak golongan yang tidak setuju dengan sistem
pemerintahan tersebut sehingga mereka melakukan banyak pemberontakan.
Pemberontakan di Indonesia memberlakukan demokrasi liberal, pemerintah
Indonesia menghadapi beberapa masalah. Dua diantaranya adalah masalah ekonomi
dan hankam. Dalam bidang hankam,beberapa pemberontakan-pemberontakan bersenjata
Pemberontakan- pemberontakan tersebut seperti pemberontakan PKI di Madiun,
pemberontakan DI/TII, pemberontakan APRA, pemberontakan Andi Aziz, dan
pemberotakan Republik Maluku Selatan dan juga gerakan PRRI/Permesta.
Pemberontakan di Indonesia dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
Pemberontakan DI/TII
Gerakan ini terjadi di beberapa daerah ,
antara lain :
Di Jabar , di pimpin oleh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo
Di Jateng , dipimpin oleh Amir Fatah
Di Kalsel , di pimpin oleh Kahar Muzakar
Di Aceh , dipimpin oleh Daud Beureuh
Gerakan DI/TII di Jawa Barat
Saat terjadi perjanjian Renville antara RI
dan Belanda tahun 1948, yang mewajibkan pengikut Republik untuk mengosongkan
wilayah gerilya di Jabar, S.M Kartosuwiryo menolak karena sejak masih aktif
melawan Belanda untuk kemerdekaan, ia bercita-cita mendirikan negara Islam .
Bersama pasukannya yang berjumlah 2000 orang yang disebut Hizbullah dan
Sabillah ia tetap tinggal di Jabar. Pada saat itu terjadi Vakum of Power karena
hijrahnya TNI Siliwangi ke daerah Jateng. Keadaan ini sangat dimanfaatkan oleh
S.M Kartosuwiryo untuk menggantikan peran TNI Siliwangi dalam melakukan
perlawanan bersenjata dengan Belanda. Hal ini menarik simpati rakyat. Untuk itu
dia melakukan rapat dengan para pengikutnya. Rapat /Konfensi ini dilaksanakan
pada bulan Maret 1948 di Cipeundeuy, Tasikmalaya, Jabar.
Hasil konferensi tersebut, yaitu :
1) Mengadakan persiapan membentuk Negara
Islam Indonesia (NII)
2) Membentuk Tentata Islam Indonesia (TII)
3) Membentuk Majelis Islam yang dikepalai
seorang imam, yaitu S.M Kartosuwiryo
4)Majelis tersebut harus merupakan sebuah
pemerintahan Islam sementara di Jabar yang harus ditaati oleh seluruh umat
islam di daerah tersebut.
b.Gerakan DI/TII di Jawa Tengah
Gerakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh
Amir Fatah. Daerah yang merupakan daerah petualngan gerombolan DI/TII itu
meliputi daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal.
Proklamasi berdirinya Negara Islam
Indonesia (NII) di Jawa Tengah ini berlangsung tanggal 23 Agustus 1949 dan
menyatakan bagian dari NII di Jawa Barat.
Untuk menumpas petualangan gerakan DI/TII
di Jawa Tengah, pemerintah membentuk Komando operasi yang diberi nama Gerakan
Banteng Negara (GBN) pada bulan Januari 1950 di bawah pimpinan Kolonel Sarbini,
Letkol M. Bahrum, dan Letkol Ahmad Yani. Namun, operasi militer yang
dilancarkan ini tidak membawa hasil, karena kedudukan DI/TII semakin kuat yang
disebabkan adanya kalangan militer resmi yang bergabung dngan kaum pemberontak,
antara lain :
Para pemberontak dari Angkatan Umat Islam
(AUI) pimpinan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurahman ( Romo Pusat/ Kyai Somalangu).
Para pemberontak dari Batalyon 426 Kudus
dan Magelang yang menggabungkan diri pada bulan Desember 1952.
Komandan Brigade Pragolo dari divisi
Diponegoro mengambil langkah untuk menumpas gerakanh tersebut. Untuk tugas ini
, panglima operasi membentuk pasukan khusus Benteng Raiders dengan mengerahkan
satuan-satuan kavaleri, zeni, artileri, dan AURI. Dengan operasi-operasi
tersebut akhirnya DI/TII di Jawa Tengah dapat diyumpaskan pada awal tahun 1952.
c. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan
dipimpin oleh Ibnu Hajar yang memiliki beberapa nama samaran, yakni Haderi Bin
Umar atau Angli.
Pada tanggal 10 Oktober 1950, Ibnu Hajar
memproklamasikan berdirinya DI/TII di Kalimantan Selatan. Untuk memperkuat
kedudukannya, Ibnu Hajar memebentuk kesatuan komando yang dinamakan Kesatuan
Rakyat Tertindas. Aktivitas kesatuan ini melakukan pengacauan dan terror kepada
rakyat Banjarmasin dan sekitarnya.
Untuk memadamkan pemberontakan Ibnu Hajar
itu, pemerintah menempuh 2 upaya yaitu upaya damai dan operasi militer. Ketika
upaya damai dilakukan, pemerintah berhasil mengajak Ibnu Hajar dan kawan-kawan
menghentikan petualangannya dan kembali dalam kesatuan TNI. Namun, setelah
bergabung dan mendapatkabn persenjataan kembali akhirnya Ibnu Hajar kembali
melakukan petualangannya. Kemudian, pemerintah melakukan operasi militer dengan
mengirim kesatuan-kesatuan TNI siap tempur.
Pada tahun 1959, Ibnu Hajar dapat dibekuk
dan diajukan ke Mahkamah Militer untuk diadili. Tanggal 22 Maret 1965 dia di
hukum mati.
d.Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan , gerakan Di/TII di
pelopori oleh Kahar Muzakar. Penyebab utama terjadinya gerakan DI/TII ini
adalah hasrat yang kuat untuk menempatkan lascar-laskar rakyat di Sulawesi
Selatan ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia) dan cita-citanya
untuk menjadi pemimpin APRIS di Sulawesi Selatan. Padahal dulu Kahar Muzakar
sangat aktif berjuang dalam kemerdekaan dan berjasa sebagi komandan TRI
Persiapan Resimen Hasanudin. Namun, setelah perang selesai, dia ditugaskan
untuk memimpin lascar-laskar rakyat di Sulawesi Selatan dan membentuk KGSS
(Komando Gerilya Sulawesi Selatan).
Dalam memenuhi hasratnya itu, Kahar Muzakar
pada tanggal 30 April 1950 mengirim surat kepada pemerintah pusat yang intinya
meminta agar semua pasukan KGSS digabungkan dalam lingkungan APRIS (Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat) dengan nama Brigade Hasanudin. Karena tidak
memenuhi syarat untuk menjadi anggota-anggota APRIS maka permintaannya di tolak.
Untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang
tidak diinginkan akibat dari permohonan Kahar Muzakar tersebut, pemerintah dan
pemimpin APRIS mengeluarkan kebijaksanaan dengan memasukkan semua anggota KGSS
ke dalam Korp Cadangan Militer dan Kahar Muzakar pun diberi pangkat sebagai
Letnan Kolonel. Namun, ternyata hal itu tidak diterima oleh Kahar Muzakar.
Tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar
bersama anak buahnya melarikan diri ke dalam hutan dengan memmbawa persenjataan
militer. Pada tahun 1952, ia memproklamasikan berdirinya NII di Sulawesi
Selatan. Pemerintah memutuskan untuk menumpas pemberontakan itu. Berkat upaya
yang gigih dari TNI, akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar dapat
ditembak mati. Di samping itu , oranng kedua dari Kahar Muzakar yaitu Gerungan,
pada bulan Juli 1965 berhasil ditangkap. Dengan ini maka berakhirlah Di/TII di
Sulawesi Selatan.
e. Gerakan DI/TII di Aceh
Tokoh gerakan Di/TII di Aceh adalah Daud
Beureuh. Adapun yang melatarbelakangi terjadinya gerakan DI/TII di Aceh
tersebut bermula dari diubahnya status Daerah Istimewa Aceh menjadi sebuah
keresidenan dari Provinsi Sumatra Utara.
Oleh karena itu mereka menuntut kepada
pemerintah pusat agar Aceh dijadikan sebuah provinsi. Tuntutan ini ditolak oleh
pemerintah pusat. Daud Beureuh dan kawan-kawan merasa kecewa dan merasa bahwa
pemerintah tidak menghargai jerih payah rakyat Aceh semasa kemerdekaan.
Maka pada tanggalo 20 September 1955, Daud
Beureuh memproklamasikan berdirinya NII. Setelah memproklamasikan berdirinya
NII atau DI/TII di Aceh, ia segera menguasai daerah-daerah penting di Aceh.
Untuk menghentikan petualangan DI/TII
tersebut, pemerintah menjalankan operasi militer. Namun, karena kuatnya
pengaruh Daud Beureuh, operasi militer tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Oleh
karena itu pemerintah kembali melakukan upaya baru, yaitu diplomasi adan
musyawarah.
Panglima Kodam I/ Iskandar Muda Kolonel
Mohammad Yasin memprakarsai Musayawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang mempertemukan
Daud Beureuh, tokoh-tokoh ulama Aceh, dan pemerintah. Dari musyawarah itu, Daud
Beureuh menyadari kesalahannya. Dengan demikian berakhirlah pemberontakan
Di/TII di Aceh.
Pemberontakan eksternil
a. Pemebrontakan Angkatan Perang Ratu Adil
( APRA )
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) pada dasarnya merupakan ikhtiar Belanda untuk tetap mempertahankan
kedudukan sebagai penjajah di Indonesia. Pemimpin APRA adalah seorang kapten
Belanda yang dulu diterjunkan tentara sekutu di Medan pada tahun 1945, yaitu
Westerling. Para anggotanya adalah KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger)
yaitu tentara Belanda yang berasal dari orang-orang pribumi dan KL (Koninklijk
Leger).
Bekas anggota KNIL dan KL banyak yang
menjadi anggota gerombolan APRA karena mereka enggan untuk bergabung dalam
APRIS. Mereka beranggapan, apabila digabungkan dalam APRIS, mereka akan menjadi
tentara nomer dua atau “ dianak tirikan” oleh pemerintah RIS.
Dengan memanfaatkan situasi ini, Kapten
Westerling membentuk sebuah gerombolan yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA). Tujuan utama gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk federal di
Indonesia serta mempertahankan adanya tentara tersendiri di dalam Negara
federal (Negara bagian itu).
Aksi pertama yang dijalankan APRA adalah
menyerbu kota Bandung pada tanggal 23 Januari 1950 dan menduduki Markas Staf
Kwartir Divisi Siliwangi. Karena serangan yang begitu tiba-tiba ini , pasukan
TNI Siliwangi kelabakan. Salah satu perwira TNI Siliwangi, Letnan Kolonel
Lembong gugur dalam pertempuran ini.
Untuk membebaskan kota Bandung, Markas
besar APRI di Jakarta segera mengirimkan bantuannya. Di samping itu , dilakukan
perundingan antara Perdana Menteri RIS Moh.Hatta dan para komisaris tinggi
Belanda untuk menghentikan aksi APRA tersebut. Mayor Jendral Engels mendesak
Westerling untuik meninggalkan kota Bandung.
Setelah aksinya di Bandung cukup berhasil,
pasukan APRA merencanakan menyerang kota Jakarta dan membunuh menteri-menteri
RIS, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Ali Budiarjo dan Kolonel TB.
Simatupang pada tanggal 26 Januari 1950. APRA berkerjasama dengan seorang
menteri yang bernama Sultan Hamid II.
Hal itu ternyata sudah diketahui terlebih
dahulu oleh pasukan TNI yang berada di Jakarta. Karena kesiapan para pasukan
TNI tersebut maka banyak anggota APRA yang terbunuh dan melarikan diri.
Mengetahui hal tersebut, Westerling pun
segera melarikan diri ke Singapura dengan menumpnag pesawat Catalina milik
angkatan laut Belanda. Namun, sesampainya di Singapura Westerling di tangkap
oleh polisi Singapura dengan alas an masuk ke Negara orang lain tanpa izin.
Pemerintah RIS meminta pemerintah Inggris yang berkuasa di Singapura untuk
menyerahkan Westerling pada RIS, tetapi pemerintah Inggris menolak karena
sebelumnya Indonesia belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan Inggris.
Demikian pula dengan Sultan Hamid II, pada tanggal 5 April 1950 ia ditangkap
oleh TNI. Dengan itu gerakn APRA pun berakhir.
Pemberontakan Andi Aziz
Di Makasar terjadi masalah seperti di
Bandung, bekas KNIL menolak pasukan APRIS dan menghalangi datangnya TNI ke
Makassar yang dipimpin oleh Kapten Andi Aziz yang merupakan perwira KNIL yang
baru diterima ke dalam APRIS. Pada atanggal 30 Maret ia bersama dengan pasukan
KNIl yang lain menggabungkan diri ke dalam APRIS dihadapan Letkol A.J
Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Pada waktu itu
keadaan Makasar tidak tenang karena rakyat yg anti federal mengadakan
demonstrasi sebagai desakan agar NIT secepatnya bergabung dengan RI. Sedangkan
sebagian dari mereka setuju dengan system federal juga mengadakan demonstrasi,
sehingga ketegangan mulai bertambah.
Pada tanggal 5 April 1950 terdengar berita
bahwa pemerintah RIS mengirimkan 900 pasukan APRIS dari TNI ke Makasar untuk
menjaga keamanan. Kesatuan ini dipimpin oleh Mayor Worang diangkut dengan 2
buah kapal dan sudah berlabuh di luar pelabuhan Makasar. Berita ini
mengkhawatirkan bekas anggota KNIL yang takut terdesak oleh pasukan baru,
mereka menamakan dir pasukan Bebas dan dipimpin oleh Andi Aziz. Pada jam 5 pagi
Andi Aziz dan pasukannya menyerang markas TNI di Makasar. Dalam waktu singkat
kota Makasar berhasil dikuasai oleh gerombolan penyerbu karena kurangnya asukan
dari TNI. Beberapa orang TNI ditawan dan Kolonel A.J Mokoginta ditawan.
Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT
Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi
Aziz. Pemerintah kemudian dipegang oleh kabinet baru yang pro RI dibawah
pimpinan Mr. Putuhena dan pada tanggal 21 April, Sukawati wakil dari negara NIT
mengumumkan bahwa NIT bersedia melebur ke dalam negara kesatuan RI bila RI juga
melaksanakan tindakan yang sama. Selain itu pemerintah RIS mengeluarkan
ultimatum pada tanggal 8 April yang menginstruksikan agar Andi Aziz dalam waktu
4x24 jam atang melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan menyerahkan senjata-senjata dan juga tawanannya.
Andi Aziz terlambat melaporkan diri ke
Jakarta dan karenanya ditangkap sebagai penberontak dan diadili.
Pada waktu yang bersamaan dikirimkan sebuah
pasukan ekspedisi ke Sulawesi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang. Pasukan
Worang kemudian mulai bergerak ke arah Makasar dan pada tanggal 21 April
berhasil memasuki Makasar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. Andi Aziz
sendiri pada tanggal 15 April telah beangkat ke Jakarta setelah didesak oleh
Presiden NIT Sukowati.
Pada tanggal 26 April pasukan ekspedisi di
bawah Kolonel Kawilarang sampai di Sulawesi Selatan. Bentrokan senjata masih
terjadi dan pada tanggal 8 Agustus pihak KL-KNIL minta berunding dan
perundingan diadakan antara Jendral Scheffelar dari KL-KNIL dengan Kolonel
Kawilarang. Hasil dari perundingan ini adalah bahwa kedua belah pihak setuju
dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL akan
meninggalkan Makasar.
c. Republik Maluku Selatan (RMS)
Di Maluku banyak anggota KNIL. Mereka juga
tidak mau dimasukkan ke dalam APRIS. Keresahan KNIL itu dipergunakan oleh
tokoh- tokoh pro Belanda, seperti Manusama. Ia mengemukakan gagasan supaya
Maluku terpisah dari RIS dan menjadi Negara Merdeka, yang diberi nama Republik
Maluku Selatan. Pada bulan April 1950 diproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan. Mr.Dr. Christian Robert Steven Saumokil bekas Jaksa Agung NIT
dipilih menjadi presiden RMS. Saumokil sebenarnya sudah terlibat dalam
peristiwa Andi Aziz di Makassar, tetapi karena Andi Aziz mengalami kegagalan
maka Saumokil mengalihkan usahanya ke Maluku Selatan.
Pada waktu keadaan di Ambon sedang kacau
karena banyak anggota KNIL yang bergabung dengan TNI, hal tersebut tidak
disukai oleh Belanda karena RI akan menjadi lebih kuat. Untuk mencegah hal
tersebut maka Belanda mulai menghasut dan menyebarkan desas- desus yang buruk
tentang TNI dan RI. Keadaan ini sangat menguntungkan Saumokil dan pada tanggal
25 April 1950 dia memproklamasikan berdirinya “Republik Maluku Selatan”.
Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah
tersebut dengan cara damai yaitu dengan mengirimkan dr. Leimena. Tetapi missi
damai tersebut ditolak oleh Saumokil bahkan mereka meminta bantuan, perhatian
dan pengakuan dari luar terutama dari Amerika Serikat, Belanda dan juga Dewan
PBB. Karena itu maka pemerintah RIS terpaksa menumpas petualangan Saumokil
dengan kekuatan senjata.
Pada tanggal 14 Juli pasukan ekspedisi
APRIS dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang mendarat dan dapat merebut pos-pos
penting di pulau Buru. Pendaratan dilakukan di pulau Seram Barat pada tanggal
19 Juli 1950 dan dengan mudah Seram Barat dapat dikuasai oleh APRIS/TNI. RMS
berupaya memusatkan kekuatan dan kekuasaannya di pulau Seram dan Ambon.
Operasi pasukan APRIS/TNI
mengalamikesulitan sehingga pada bulan Desember 1950 Seram dan Ambon dapat
dikuasai. Dan ketika RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 dilebur dan menjadi
Negara kesatuan RI, RMS belum bisa ditumpas seluruhnya. Salah satu tokoh dari
TNI yaitu Letnan Kolonel Slamet Riyadigugur dalam pertempuran sewaktu menyrang
benteng Victoria di Ambon. Operasi APRIS dilakukan dari pulau ke pulau dan
menghancurkan pasukan RMS. Serdadu-serdadu RMS melarikan diri ke hutan – hutan
dan pada bulan Desember 1963 Maluku dapat diamankan kembali setelah Dr.
Saumokil tertangkap.
d. Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta)
Gerakan ini muncul di tengah keadaan
politik yang sedang tidak stabil dalam pemerintahan. Hubungan yang tidak mesra
antara pemerintah pusat dengan beberapa daerah menjadi salah satu pemicu
timbulnya gerakan ini. Keadaan itu disebabkan oleh ketidakpuasan beberapa
daerah di Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari
pemerintah pusat. Dan rasa tidak puas tersebut didukung oleh beberapa panglima
besar TNI. Beberapa panglima militer membantu dewan-dewan daerah seperti :
Dewan Banteng di Sumatra Barat yang
dibentuk oleh Letkol Ahmad Husein, 20 Desember 1956
Dewan Gajah di Medan yang dibentuk oleh
Kolonel Simbolon, 22 Desember 1956
Dewan Garuda di Sumatra Selatan
Dewan Manguni di Manado yang dibentuk oleh
Letkol Ventje Sumual, 18 Februari 1957
Dan gerakan tersebut akhirnya berkembang
menjadi suatu gerakan terbuka yang terkenal sebagai gerakan PRRI/Permesta. Pada
tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah
pusat yang menyatakan bahwa kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu
5x24 jam. Menerima ultimatum tersebut pemerintah bertindak tegas dengan
memberhentikan secara tidak hormat Ahmad Huesin, Mauludin Simbolon, Zulkifli
Lubis dan Dahlan Djambak dari kedudukannya sebagai perwira TNI.
Pada tanggal 12 Februari 1958 A.H Nasution
mengeluarkan perintah untuk membekukan Komando Daerah Militer Sumatra Tengah.
Dan pada tanggal 15 Februari 1958 Ahmad Husein memproklamasikan berdirinya PRRI
di Padang dan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana mentrinya. Pemerintah
melancarkan operasi militer gabungan yang dinamakan Operasi 17 Agustus, operasi
ini bertujuan untuk memulihkan kembali keadaan negara, menghancurkan gerakan
separatis, mencegah meluasnya gerakan tersebut dan untuk mencegah ikut
campurnya kekuatan- kekuatan asing.
Angkatan Perang Republik Indonesia(APRI)
pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk melindungi dan mengamankan
sumber-sumber minyak yang ada. Dan operasi ini dikembangkan ke pusat
pemberontak di Bukittinggi. Proklamasi PRRI yang diumumkan pada tanggal 15
Februari 1958 mendapat sambutan dari Indonesia Timur. Dalam rapat raksasa yang
digelar di beberapa tempat di daerah Komanado Daerah Militer Sulawesi Utara dan
Tengah, Kolonel D.J. Somba mengeluarkan pernyataan bahwa pada tanggal 17
Februari 1958 daerah tersebut memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta
mendukung PRRI.
Untuk menghadapi kekuatan Permesta,
pemerintah melancarkan Operasi Sapta Marga pada bulan April 1958. Ternyata
gerakan Permestamendapat bantuan dari pihak asing. Terbukti dengan tertembak
jatuhnya pesawat asing yang dikemudikan oleh A.L Pope seorang warga negara
Amerika Serikat pada tanggal 18 Mei 1958 di Ambon. Dan gerakan Permesta baru
dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958 dan sisa-siasanya dapta dittumpas
secara keseluruhan tahun 1961.
3. Pemberontakan Komunis
a. Pemberontakan PKI di Madiun
Pada waktu bangsa Indonesia sedang berjuang
melawan Belanda dengan perjuangan bersenjata maupun diplomasi setelah
kemerdekaan, bangsa kita harus menghadapi pemberontakan PKI Madiun.
Pemberontakan yang terjadi pada tahun 1948 ini merupakan pengkhianatan terhadap
bangsa Indonesia ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya
menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Para pemimpin pemberontakan ini
di antaranya adalah Amir Syarifuddin dan Musso. Karena kabinetnya jatuh dan
kemudian digantikan oleh kabinet Hatta, Amir Syarifudin berbalik menjadi
oposisi. Kemudian dia menghimpun kekuatan golongan kiri dengan cara membentuk
Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Surakarta pada tanggal 26 Februari 1948. FDR
ini terdiri dari Partai Sosialis, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri dan
menggunakannya untuk menentang pemerintah.
Kekuatan FDR bertambah dengan datangnya
Musso, tokoh PKIdari Rusia. Dia menyatakan bahwa Revolusi Indonesia sudah menyimpang
dari tujuan semula. Musso menuntut agar dalam menghadapi kaum imperialis
Indonesia memihak Rusia. Kemudian Musso mengorganisasikan kembali Partai
Komunis Indonesia.
Kelompok ini seringkali melakukan
aksi-aksinya antara lain :
1. Melancarkan propaganda anti pemerintah
2. Mengadakan pemogokan- pemogokan kerja
oleh para buruh misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya
dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni
Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh
pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
4. PKI mengumumkan berdirinya “Soviet
Republik Indonesia.” Setelah menguasai Madiun para pemberontak melakukan
penyiksaan dan pembunuhan besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah, para
perwira TNI dan polisi, pemimpin-pemimpin partai, para ulama, dan tokoh-tokoh
masyarakat banyak yang menjadi korban keganasan PKI.
Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan
serta kondisi sosial politik yang penuh dengan gejolak pada awal tahun 1960-an
maka PKI berusaha menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan. Sebelum
melakukan pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan
yang luas di antaranya sebagai berikut.
PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang
perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh,
pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
(2) Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan
“Aksi Sepihak” terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera Utara.
(3) PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
(4) Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, semua organisasi yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah. Manifesto Kebudayaan (Manikebu), sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni dengan terbentuknya Poros Jakarta-Peking.
(5) Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya “Dewan Jenderal” dari dalam tubuh Angkatan Darat. Menurut PKI bahwa Dewan Jenderal ini akan mengambil alih kekuasaan secara paksa dengan bantuan Amerika Serikat. Tuduhan ini dibantah oleh Angkatan Darat, sebaliknya PKI yang akan melakukan perebutan kekuasaan.
(3) PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
(4) Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, semua organisasi yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah. Manifesto Kebudayaan (Manikebu), sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni dengan terbentuknya Poros Jakarta-Peking.
(5) Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya “Dewan Jenderal” dari dalam tubuh Angkatan Darat. Menurut PKI bahwa Dewan Jenderal ini akan mengambil alih kekuasaan secara paksa dengan bantuan Amerika Serikat. Tuduhan ini dibantah oleh Angkatan Darat, sebaliknya PKI yang akan melakukan perebutan kekuasaan.
Puncak ketegangan politik terjadi secara
nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober
1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan
Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya
sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,
komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh
oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.
Letjen Ahmad Yani
Mayjen Suprapto
Mayjen Haryono MT
Mayjen S. Parman
Brigadir Jendral D.I Panjaitan
Brigadir Jendral Sutoyo
Letnan Piere Tendean
Menghadapi situasi politik yang panas
tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan segera
mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan
meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor
Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD)
mengambil alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai
Letnan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat.
Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi, dan Resimen Para
Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo,
panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30
September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.
(1) Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi
untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam
sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor
Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat
RRI yang isinya sebagai berikut.
(a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
(a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September.
(b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat.
(c) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat.
(d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
(2) Menjelang sore hari pada tanggal 2
Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh
Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil
menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk
daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan
Gerakan 30 September.
(3) Dalam operasi pembersihan di kampung
Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota polisi,
Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para
perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI
tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.
Ketika gerakan 30 September ini menyadari
tidak adanya dukungan dari masyarakat maupun anggota angkatan bersenjata
lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung Gerakan 30 September seperti musso
tertembak di Somoroto, Ponorogo, Amir Syarifudin tertangkap di daerah Branti,
Grobogan. Sebelum mereka sempat diadili pecah Agresi Militer II Belanda.
Beberapa tokoh PKI seperti D.N. Aidit segera melarikan diri. Dengan demikian
masyarakat semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yang sebenarnya
melakukan pengkhianatan terhadap negara ini.
Sumber: http://memangautiss.blogspot.com/2010/10/sejarah-pemberontakan-di-indonesia.html
bagus sekali menambah wawasan .... serta belajar dari masa lalu tuk perbaikan ke depan
BalasHapus